CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Translate

Sunday 16 June 2013

Curat Coret Ludiya ^.^


Siang ini terik sekali, bising suara mobil dan motor diluaran sana bikin aku gerah. Mendingan dengerin musik atau murottal pake headphone aja disini, sambil duduk leyeh-leyeh nyengir-nyengir sendiri menikmati novel lucu atau buku-buku Best Seller yang lagi populer disini aja deh, gumamku dalam hati. Tenggorokanku terasa kering, perutku juga keroncongan. Hal yang biasa kulakukan yaitulah, aku pasti duduk-duduk sambil baca-baca buku di Gramedia deket kampus Unisba membuatku sangat betah, apalagi kalau bisa si sambil tiduran gitu maunya, perut yang keronconganpun tak jadi masalah buatku kalau suasana udah adem begini. 
Tepat. Waktu itu hari Rabu, ya hari Rabu. Itu hari yang membuatku berdebar-debar bak bertemu dengan sang pujaan hati. Mending pujaan hati berdebar-debarnya tanda bahagia. Berdebar-debarku kali ini sedikit berbeda, rada asin-asin dikit campur pedes tapi banyak manisnya, rasa apa itu namanya aku kurang faham. Yang jelas,setiap rabu siang bertemu dengan Dosen Gaul plus Dosen TOP, siapa si dia?? Hehe, Pak Septiawan Santana tentunya, Dosen Gaul itu membuatku sedikit gugup kalau lagi nyantai-nyantai gini di Gramedia. Waktu makan siang di Suju Ramen bareng temen-temen juga jadi kudu tepat nih.
Lihat  jarum jam tepat angka 13 pasti aku buru-buru ke Rangga Gading siap-siap langsung berdiskusi soal outline buku, menulis artikel majalah, menulis berita, apalagi tentang deadline tugas nulis berita, wah apalagi soal skenario, bla bla bla. Aduuhhh, garuk-garuk kepala deh. Eiya, kenapa aku mesti garuk-garuk kepala ya ampun!, aku kan berjilbab rapih, manis dan gak ngebosenin gini. (*,*) hiii..
Bukan apa-apa si, tapi karena terlalu enjoy dan nge-betahin ngobar plus diskusi bareng dosen gaul jadi rada eng ing eng gini.  Belajar bareng Dosen Gaul ceunah kata anak-anak Fikom emang seru, serunya gak pake tanda (!), cukup dirasa aja. Ceunah anak-anak FD bilang, belajar bareng Dosen Te O Pe (alias Tenang, Oke, Pas)  itu keren, karena banyak dapetin pelajaran berharga, dosen TOP itu mengajar dan menghajar habis-habisan pola fikir ke-kreatifan kita saat menulis Jurnal ataupun berita .
Ya memang begitu kali tugasnya yaaah?? tugasnya dosen ngajarin kita biar faham dan tambah pinter,. Pokoknya, kesan Ludiya belajar bareng Pak Septi berdebar-debar awalnya tapi kesininya enjoy dan bikin ketagihan belajar lagi tentang tulis menulis bareng Pak Septi. Terimakasih banyak dosenku, Memang bener ternyata “Menulis itu Ibarat Ngomong”. ^_^

Beauty Wonder Mom



“17 September 2008. Heni tidak pernah melakukan segala sesuatu setengah-setangah, bahkan ia menjalani kuliah dengan sungguh-sungguh”
Heni, memiliki nama lengkap Heni Mufidah lahir pada tanggal 20 september 1967 dari pasangan Bapak Dzanuri dan Ibu Nurjanah, sejak kecil Heni dididik sangat disiplin. Bapaknya adalah seorang tentara pada umumnya. Ibunya seorang ibu rumahtangga yang taat dan pendiam. Sebelum menikah dengan Nurjanah, Dzanuri adalah seorang duda dengan enam orang anak.
Jadi, ketika berumah tangga dengan Nurjannah, lahirlah dua orang putri kembar bernama Heni Mufidah dan Hani Musrifah, satu anak laki-laki bernama Muhammad Idris. Sejak menikah mereka hidup bahagia di kota Surakarta. Karena pada saat itu Dzanuri bertugas di Surakarta.Sejak kecil Heni sangat dekat dengan ayahnya, ayahnya seorang yang sangat disiplin dan tegas dalam segala hal, kasih sayang ayahnya sangat besar terhadap anak-anaknya tanpa membedakan saudara-saudara tiri Heni yang lainya. Namun, karena Heni sangat cerdas dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Ayahnya memberikan perhatian yang sedikit berbeda dengan saudara-saudaranya yang lain.
Ibunya seorang yang tidak banyak berbicara, tidak pernah melerai tingkahlaku anak-anaknya. Heni kecil sangat lincah dan tomboy, dia lebih suka bergaul dengan anak laki-laki sebayanya, bermain sepeda, memanjat pohon dan juga paling suka mengenakan pakaian tomboy layaknya laki-laki. Berbeda dengan saudara kembarnya yang sangat feminim dalam berpakaian.
Ketika duduk dibangku kelas 6 SD, orang tua Heni berpoligami. Ibunya sangat terpukul mengetahui hal tersebut, namun keshalehahan-nya mengalahkan egonya. Sebagai seorang istri yang shalehah akhirnya Nurjannah menjalani kehidupan tersebut dengan sabar. Setelah beberapa tahun berpoligami, akhirnya Dzanuri mulai menyadari bahwa selama ini apa yang dilakukan Dzanuri ternyata salah. Dzanuri akhirnya menceraikan istri keduanya tersebut entah dengan alasan apa. Yang jelas, Dzanuri hanya ingin hidup berumahtangga yang nyaman dan sempurna bersama Nurjannah hingga akhir hayatnya nanti.Pada tahun 1984, Heni akhirnya harus berpisah dengan kedua orangtuanya di Surakarta.
Untuk melanjutkan sekolah dan pesantren Cikoneng Ciamis. Kemudian melanjutkan belajar SMA Bandung. Sejak kecil Heni bercita-cita menjadi seorang muballighoh. Heni mulai memperlihatkan bakatnya sejak remaja. Dia sangat aktif di berbagai kegiatan sosial keagamaan di sekolah dan lingkungan tempat tinggalnya. Ketika Heni harus menjadi panutan dalam keluarga karena ia sebagai satu-satunya anak perempuan yang merasakan hidup di pesantren.
Heni mulai menyadari akan pentingnya menjadi anak yang taat dan berbakti terhadap kedua orangtua. Heni sangat menghormati kedua orangtuanya saat remaja. Meskipun tinggal di pesantren jauh dari orangtua, Heni selalu mengingat pesan kedua orangtuanya, yaitu dalam hal belajar, beribadah, dan membantu kedua orangtua.
Bentuk perhatian Heni kepada kedua orangtua tidak hanya sampai disitu saja. Saat ia remaja, ia terlihat sangat cantik. Pada tahun 1987 KH. Umar Hasanuddin dan Bapak Muzakki memperkenalkan Helmi Tantowi kepada orangtua Heni.
Saat itu Heni tidak langsung menolak ketika dikenalkan, Heni tak henti-hentinya berdoa, meminta yang terbaik dari Allah. Istikharah dilakukanya tiap saat, Heni kemudian memutuskan untuk menerima proses perjodohan tersebut. Begitulah kisah singkat perkenalan mereka. Tak lama sebulan setelah mereka berkenalan, Helmi Sophian mengutarakan maksudnya untuk melamar Heni.
Melalui tahap perkenalan tersebut Helmi tak ragu untuk memilih Heni, tak lama kemudian sekitar tiga bulan mereka melangsungkan pernikahan. Heni adalah seorang wanita yang telah megambil hati Helmi Tantowi, menurutnya Heni adalah wanita penyelamat.
Ya, Heni telah menyelamatkan Helmi dari pergaulan yang bebas. Helmi seorang anak Band, pandai memainkan gitar dan alat-alat musik lainya. Kegemaran Helmi mengantarkannya menjadi seorang musisi band. Dunia entertain mengantarkannya menjadi seorang penyiar radio, sosoknya yang familiar membuat Helmi mudah dikenal oleh banyak kalangan, apalagi dengan suaranya yang sering muncul di radio.
 Helmi laki-laki yang gemar barmain tennis, latar belakang yang sangat berbeda itu bukan halangan untuk menyatukan mimpi mereka dalam mengarungi biduk rumah tangga. Heni yang memiliki latar belakang pesantren, semakin mewarnai hidup Helmi. Helmi banyak belajar tentang ilmu Agama justru dari istrinya. Hidup mereka lebih berwarna, keharmonisan rumahtangga dan nuansa Islami terjalin dengan rapih.
Bukan hal yang mudah, untuk Heni menjadi seorang ibu rumah tangga yang shalihah. Heni memiliki kesabaran yang baik, meredam emosi saat suaminya menunjukan rasa yang tidak nyaman untuk Heni. Heni merupakan sosok yang membuat Helmi merasa tentram, pada dirinya yang tak pernah menunjukkan muka masam. Meskipun perih, Heni selalu mencoba tersenyum dihadapan suaminya.
Menjaga dirinya dan keluarganya saat suaminya tengah bekerja. Bagiamanapun lelahnya seorang suami disaat baru pulang kerja, dan lelahnya Heni tak terasa karena semuanya dilakukan dengan ikhlas maka bahagialah yang mereka rasakan.
Latar belakang Heni yang seorang santri, membuat Helmi semakin yakin menjadikannya seorang istri dan pasangan dalam hidupnya, Helmi yakin dalam dirinya tersimpan kebaikan. Helmi yakin Heni adalah sosok wanita yang mampu mendampingi dirinya dalam suka maupun duka.
Tuntutan dari orangtua untuk mendapatkan wanita shalihah, akhirnya terwujud. Heni seorang istri dan seorang motivator bagi Helmi, Helmi semakin bersemangat untuk memperdalam ilmu Agama melalui Heni.
Dari pernikahan mereka dikaruniai enam anak, anak pertama bernama Ziyanul Jannah(1989) saat ini sudah menikah dan memiliki seorang anak perempuan usia 1 tahun, anak kedua Heni bernama Luluk Ulinnuha (1991) hingga anak yang ketiga perempuan bernama Raudotul Jannah almarhumah (1993), anak ke empat laki-laki bernama Ibnu Hajar Atsqolani (1996) dan kelima laki-laki bernama Zuhri Syauqi (2002) dan yang terahir perempuan kelas dua SD bernama Alawiyyah (2005).
Sejak menikah Heni tinggal dirumah mertua, beruntung untuk seorang menantu yang sangat disayang oleh mertuanya. Ibu mertua Heni justru tidak mau ditinggal sama Heni, karena sudah terlanjur sayang sama menantu, keharmonisan makin terjalin.
Pahit manisnya kehidupan rumahtangga mereka lalui bersama. Menurut Helmi, Heni sosok yang pandai mengatur keuangan, tak pernah sedikitpun dia menuntut suaminya masalah keuangan. Amplop hasil keringat suaminya selalu diterima dengan senanghati, sedikit atau banyak dia selalu berterimakasih. Heni bukan sosok yang tinggal diam dan hanya mengandalkan gaji dari suami sebagai seorang Pegawai Negri Sipil, sedangkan anak-anaknya makin tumbuh dewasa.
Tahun 1986 Heni mengajar di Madrasah Ibtidaiyyah Miftahul Ulum di Simpanglima, setelah menikah  Heni masih bekerja sebagai Guru Madrasah Ibtidaiyyah di daerah itu. Jarak yang cukup jauh untuk seorang wanita muda bekerja dengan gaji 20 ribu saat itu. Dari Gandasari menuju Simpanglima Heni terbiasa jalan kaki, bahkan terkadang naik sepeda.
Pengajian rutin sering diadakan oleh kalangan guru Madarasah, saat itu bergantian mengisi kajian, Heni berkesempatan mengisi acara dan ternyata bagus. Dari situlah Heni sering diundang untuk mengisi kajian-kajian Islami ibu-ibu, layaknya penceramah kondang saat itu.
Tahun 1988 Heni pindah mengajar di Gandasari menjadi guru kelas. Tahun 1993 mulai berdiri Lembaga Pendidikan Islam Ta’jiziyah di Gandasari. Heni sebagai guru awal di lembaga pendidikan tersebut. Heni mengajar Bahasa Arab dan ilmu Nahwu Shorof. Pada tahun 1994 Heni mengajar Hadits Bukhori, sembari menjadi guru kelas 1-3 di Tsanawiyah Gandasari. Sejak saat itu, kesempatan meniti karirnya sebagai seorang guru dan penceramah disela-sela waktu luangnya semakin meningkat.
Heni yang memiliki watak keras dan tidak mudah putus asa semakin giat menambah wawasan ilmunya. Dia tidak tinggal diam meski sudah menjadi seorang muballighoh, Heni masih setia menimba ilmu kepada KH. Umar Hasanudin di pesantren Tahdibul Wasiyah.
Sejak tahun 1986, tahun dimana Heni pertama kali menginjakkan kaki di dunia ceramah. Pengalaman pertama mengisi ceramah dimasyarakat yaitu di kelompok pengajian Madrasah Ibtidaiyyah. Tuntutan modernisasi yang semakin tinggi, akhirnya Heni harus mengikuti kursus Agama di Ta’rif wa Tafhimul Qur’an di Rejosari bersama suaminya. Kegemaran Heni bicara didepan khalayak bukan isapan jempol belaka. Semakin lama Heni menjadi sosok yang mudah dikenal karena pergaulan sosialnya semakin bagus dan luas.
Pendapatan ekonomi lumayan, dari hasil mengajar dan ceramah, ditambah gaji suaminya ditabung sedikit-sedikit. Untuk membiayai anak-anak sekolah hingga dua anaknya lulus di perguruan tinggi,  kebutuhan hidup lainnya semakin tercukupi.Bulan Mei 2001, Heni dan suaminya akhirnya bisa memiliki rumah tinggal sendiri di dekat Pesantren Gandasari tempat Heni mengajar.
Heni yang aktif mengajar, ceramah, mengurus keluarga ternyata gemar berorganisasi. Tahun 1998 Heni aktif di  Ormas Islam Gandasari. Tahun 1985-1987 sudah masuk organisasi Ummahatul Ghod atau UG, masuk di Jami’atul Banat tahun 1989, Heni menjabat sebagai Bidgar Pendidikan. Pada tahun 1999-2004 dua kali menjabat sebagai Ketua.
Pada tahun 1999-2013 Heni mendirikan Lembaga Prifat dan Bimbel pertama kali di Gandasari, tahun 2009-2013 sebagai ketua Pemuda Pemudi cabang Gandasari. Karir yang semakin menanjak, bukan tanpa tantangan. Tuntutan skala prioritas pendidikan formal menjadi semakin tinggi, bukan karena tidak pandai. Akan tetapi syarat ijazah tidak hanya cukup ijazah SMA saja, meski ilmu agama banyak akan tetapi  belum cukup tanpa ijazah S1. Tuntutan melanjutkan S1 untuk guru SMA dan sertifikasi memutuskan Heni untuk melanjutkan sekolah lagi di Universitas.
Informasi beasiswa kuliah geratis Heni peroleh dari rekan-rekannya mengajar. Helmi menyadari akan kepentingan tersebut, oleh karena itu ia mengizinkan Heni menimba ilmu di Universitas meskipun usianya berbeda dengan teman-teman Heni yang kebanyakan seusia anak-anaknya.
Tanggungjawabnya semakin besar, tuntutan diorganisasi, keluarga, sekolah, dan sebagai penceramah bukanlah hal mudah. Heni terus mendapat dukungan dari suaminya. Cibiran dari kanan-kiri muali berdatangan, mulai dari rekan-rekannya hingga tetangganya. Dirasa sudah tidak pantas karena usia merupakan hal biasa, apalagi dengan kebiasaanya yang cuek bebek. Heni sudah terbiasa diejek pahit sekalipun, ejekan mereka menjadi batu loncatan untuk Heni.    
Hingga pada suatu hari tepat pada tanggal 12 Agustus 2007 dimana ujian kesabaran menimpa Heni, dia harus rela ditinggal pergi oleh putri ketiganya yang bernama Raudotul Jannah, saat itu Heni tengah memasuki jenjang perguruan tinggi. Tuntutan pekerjaan membuatnya harus rela meluangkan waktu untuk menimba ilmu lagi disalah satu perguruan tinggi swasta di kota Semarang.
Universitas Diponegoro, yah itulah tempat Heni melanjutkan studinya di perguruan tinggi setelah sekian tahun berumah tangga, berdakwah dan mengajar di Pesantren Tazkiyatun Nafs Gandasari. Keadaan anaknya yang ketiga tak kunjung sembuh, Raudotul Jannah putri ketiganya divonis sakit kanker, saat itu Heni tengah mendaftar ke Undip. putriya terpaksa harus dirawat dirumah sakit keadaanya semakin parah, Heni dan suami mau tidak mau harus menjaga putri ketiganya secara bergantian, disamping itu putri-putrinya yang lain pun bergantian menjaga salma dirumah sakit.
Suatu hari, saat Heni tengah ujian saringan masuk ke Universitas Diponegoro melalui beasiswa, cobaan semakin membuatnya harus kuat, ternyata keadaan anaknya makin kritis. Rasa sedih terus berkecamuk dalam hati Heni, disisi lain dia harus menjalankan amanahnya karena ternyata dia lolos saringan masuk.
Saat itu seluruh mahasiswa baru penerima beasiswa dihimbau untuk segera masuk ke ruang dekan Fakultas Ushuluddin. Seluruh mahasiwa-pun akhirnya segera memenuhi ruangan. Mendengarkan himbauan dari Dekan Fakultas Ushuluddin:
“Assalamu’alaikum warah matullahi wabarakatuh.Selamat kepada rekan-rekan semua atas terpilihnya kalian sebagai mahasiswa di Fakultas Ushuluddin. Kalian adalah orang-orang pilihan yang bisa mendapatkan beasiswa kuliah di Undip. Saya berharap kalian bersungguh-sungguh dalam menjalankan perkuliahan sampai sarjana.”
Betapa rasa bahagia itu mengalir seketika, meskipun ditengah rasa cemas anaknya yang sedang sakit kritis. Heni selalu semangat mengingat pesan-pesan cerita dari putri ketiganya bernama Salma yang tengah terbaring tak berdaya. Pada hari itu Heni terus menjalani prosedur dari fakultas, mengikuti aturan dari wakil dekan meski hanya menghadiri dibacakanya pengumuman:
“Hari ini kalian dikumpulkan untuk melengkapi semua administrasi dan membawa almamater untuk ta’aruf hari senin besok. Kalian wajib datang untuk ta’aruf universitas. Sekarang silahkan kalian lengkapi  administrasi ke rektorat dan ambil almamaternya.”
Henipun mengikuti pekan ta’aruf bersama anak-anak yang jauh lebih muda daripada usianya. Apalagi telah menjadi seorang nenek dari cucu pertamanya bernama Rauqy Adzkiyatul Fataa, yaitu anak dari putrinya yang bernama Aniq Ziyanul Jannah.
Mengenai putri ketiga Heni, setelah berobat kesana-kemari Allah memberikan jalan yang terbaik yaitu berpulang ke hadirat Allah SWT. Duka menyelimuti Heni dan keluarga disamping kebahagiaanya lulus menerima beasiswa di Universitas Diponegoro.
Tidak hanya sampai disana, Heni yang sibuk dengan segudang aktifitasnya sebagai ibu rumah tangga dan mahasiswa dia tetap menjalani profesi dengan penuh tanggung jawab, meskipun duka tengah meliputinya. Heni senantiasa bersikap tegar. Putrinya yang telah meninggal semakin memompa semangatnya untuk belajar.
Teringat akan pesan-pesan putrinya yang telah meninggalkan Heni untuk selama-lamanya. Sedikit rasa menyesal pasti ada dalam hati Heni, karena kesibukannya. Menjadikan waktu untuk kumpul bersama keluarga menjadi berkurang. Sehingga kesempatan untuk mengontrol kondisi anaknya saat dalam kondisi kritispun saat itu sangat tidak maksimal.
Rasa penyesalan itu bukan semakin membuatnya menjadi lemah, justru Heni bertekad mewujudkan harapannya dan harapan dari putri ketiganya tersebut. Heni datang menghampiri teman-teman satu Fakultasnya. Seperti biasanya Heni selalu menyapa teman-temannya. Meski pada saat putrinya meninggal mereka tidak sempat melayat. Mereka mengucapkan  belasungkawa. Jawaban Heni kepada teman-temanya cukup singkat.
“iya gak apa-apa terimakasih, mohon doanya saja semoga di terima disisi Allah, dan diterima segala amal ibadahnya amin”.
Dengan tabah dan sabar Heni selalu menunjukan sikap yang kuat, tidak mudah goyah dan juga putus asa. Meski telah ditinggal lebih dahulu oleh putri ketiganya yang bernama Raudotul Jannah, Heni tetap melanjutkan kuliah dengan tekun.
Sehari-hari Heni masih senantiasa mengajar disekolah, siaran di radio dan juga ceramah. Mengajar merupakan aktifitas keseharianya yang paling menonjol. Bahkan saat ditanya oleh interviewer ketika hendak menerima beasiswa:
“Dengan aktifitas ibu yang banyak itu, menurut ibu, ibu pantas tidak menerima beasiswa ini? Apalagi beasiswa ini dana nya dari umat. Bagaimana tanggapan ibu? Kalau misalnya jadwal  mengajar bu Heni bentrok dengan jadwal kuliah, karena fakultas ini tidak membuka kelas karyawan, apa yang akan ibu lakukan?”
Heni menjawab:
“Hidup saya punya skala prioritas, kalau saya mengajar dan kuliah bareng, saya akan pilih untuk mengajar karena, hidup saya berawal dari mengajar.”
Begitulah Heni menjawab dengan logatnya yang tegas, keras, disiplin dan penuh tanggung jawab. Sungguh ibu yang luar biasa tegar. Kuliah lagi di Universitas Islam Bandung dia jalani setiap hari. Masalah kehadiran dikelas nampak sedikit sekali absen alias hampir tiap mata kuliah dia selalu hadir. Teman-teman Heni yang rata-rata seusia dengan putra putrinya lebih suka memanggilnya dengan sebutan “Ummi” dari bahasa Arab, yang artinya “ibu”.
Heni selalu aktif dikelas, soal tanya jawab dia jagonya.  Pengalaman diluar sudah terlalu banyak, daripada pengalaman teman-temanya yang masih pada pemula. Namun, meskipun sangat jauh usia Heni dibanding teman-temanya, Heni tidak kalah soal semangatnya dalam belajar. Terbukti dari nilai IPK nya, Heni selalu unggul. Apa si yang kurang dari ibu Heni? Istri solihah, guru yang baik bagi murid-muridnya, penceramah, dan juga pengurus organisasi.
Heni yang waktu itu sedang asyik mengayuh sepedanya untuk pergi ke tempat dia mengisi ceramah di acara pengajian ibu-ibu, tiba-tiba ditengah perjalanan ia menerima telfon dari orangtua muridnya. Seorang anak muridnya ternyata membuatnya menjadi gelisah, sebagai guru kelas Heni memiliki tanggungjawab terhadap apapun yang dilakukan oleh anak-anak didiknya.
Anak-anak yang Heni didik dilarang keras untuk merokok, namun tetap saja ada yang melanggar aturan. Kenakalan anak-anak remaja seusia mereka lagi melonjak-lonjaknya. Terpaksa Heni harus menangani  kasus tersebut. Dori saat itu ketahuan tengah merokok di kelas pada saat belajar dengan Pak Guru Matematika.
Saat itu Heni tidak mengetahui kronologisnya. Heni hanya mendapat laporan dari pihak guru lain dan juga murid-muridnya yang lain. Karena Guru Matematika terlanjur emosi, sudah kesekian kalinya anak itu membuat ulah yang kelewat batas kesabaran, akhirnya dia mengatakan tidak mau lagi mengajar anak-anak murid Heni.
Mengetahui hal itu Dori ketakutan bukan main, khawatir di keluarkan dari sekolah, pihak Dori dan orangtuanya meminta tolong membuatkan surat permohonan agar supaya Guru Matematika berkenan mengajar kembali. Heni mengambil jalan tengah, perjanjian damaipun dilakukan dari pihak Dori dan keluarga, guru matematika dan Heni sendiri akhirnya menandatangani surat perjanjian.
Senyum lega kini Heni gapai, satu hal yang menjadi cita-citanya, Heni ingin berhaji dengan suami dan anak-anaknya.
Cita-cita sederhana Heni sebenarnya hanya ingin melihat anak-anaknya tersenyum, mengantarkan mereka pada kesejahteraan serta kesuksesan dimasa depan dengan baik. Yah, ibu mana yang ingin melihat anak-anak yang dilahirkanya menderita? Seorang ibu yang mulia, dan yang pasti apapun dilakukannya hanya untuk anaknya, suami dan keluarganya.
Heni sosok wanita yang tangguh, pekerja keras, tak kenal putus asa istimewa dimata suami, keluarga, anak-anak, dan murid-muridnya hingga teman-teman dikampusnya.
Harapan penulis, semoga apa yang Heni impikan sejak kecil dengan kerja keras dan kesungguhanya berbuah  manis, dan berkilau bagai permata.amin ^_^

Wednesday 5 June 2013

luka dalam status "Hanya Teman"

"kapasitasku memang hanya seorang teman, tapi perasaanku padamu lebih dari sekedar teman"
 seperti biasa aku bangun, mengawali hari dan mengajak Tuhan berbicara , mengatakan kepada Tuhan bahwa aku sangat bersyukur bisa mencintaimu meski dalam kenyataan yang sama kamu hanya melukaiku. melukaiku dengan sakit yang tak pernah kau rasa. dengan mata terbangun seadanya, aku menatap ponselku dan berharap engkau menyapaku dengan basa-basi, mengucapkan selamat pagi, atau tentang keadaanku, sayangnya keinginanku yang terlalu muluk itu belum pernah terjadi . entah ini sudah hari yang ke berapa, hari saat-saat kau tak pernah menyadari bahwa aku begitu mencintaimu.
saat ini aku terdiam menatap langit-langit kamarku, sambil mengingat hal yang pernah kau lakukan padaku waktu itu, saat kau membentaku dengan suara lantang, saat kau mematahkan harapanku tanpa ampun, saat kau bersikeras membohongi diri sendiri dan mencuci otakku agar kutak lagi memikirkanmu.
"kenapa kamu harus bersikap tolol seperti ini? perhatianmu, pesan singkatmu, perkataanmu, tulisanmu, dan juga sikapmu. katakan padaku mengapa sikapmu berubah? bisakah kau tuliskan besar-besar diotakmu bahwa kita hanyalah TEMAN?? HANYA TEMAN!! kamu berubah, jangan ubah sikap dan perilakumu menjadi tindakan bodoh tak berdasar logika. ubah sikapmu dan tanam dalam otakmu bahwa kita tidak lebih dari sekedar TEMAN.!
bentakmu dengan penuh amarah, aku hanya mematung, otaku hanya berisi bentakan kasarmu bahwa amarahmu sedang memuncak. kamu mengatakan bahwa aku berubah padahal dalam kenyataan kamulah yang berubah. kamu bahkan lupa bagaimana cara mengucapkan terimakasih dan membaca perasaan seseorang. setelah kejadian itu, bahkan aku tak lagi mengenalmu. dimana yang kau kucintai dulu?? aku hampir lelah berharap dan menunggu, setelah penantian itu, aku malah mendapatkanmu dengan sikap yang berbeda. menangis sekencang apapun tak akan mampu mengubah sikapmu. hari ini aku akan bertemu denganmu lagi. menatap matamu dan menyapamu seperti biasa. mungkin kau takan membalas senyum dan sapaku, kamu akan membuang muka ke arah lain yang lebih kau suka. padahal, aku selalu berharap kamu bisa menatapku lekat dan melihat cinta yang ada didalam mataku. aku hanya ingin mnejadi seseorang yang bisa kau suka dan kau cinta. dan status hanya teman itu selalu menyisakan luka yang tidak kamu rasa.
kemarin kamu sudah merusak suasana hatiku yang berisi semua tentangmu. tapi jangan khawatir perbuatanmu tidak akan membuatku berhenti untuk mencintaimu.
kapasitasku memang hanya seorang teman, tapi perasaan itu lebih dari sekedar teman. dalam tiap doaku, aku hanya berharap engkaulah orang yang Tuhan takdirkan untukku. ku tak pernah berhenti berdoa menjadi kekasih halalmu.

#kisah ini tidak semua yang kutulis adalah aku. dan tidak semua yang kamu baca adalah kamu.... so ambil manfaatnya saja,, ^_^

Pohon Kurma yang Angkuh



Pohon Kurma vs Keluarga Shaleh
Disuatu hari yang sangat terik, tinggalah sepasang keluarga yang sangat bahagia. Keluarga ini belum memiliki seorang anak. Namanya Abu Ziyad dan Ummu Salma, mereka adalah sepasang suami istri yang shaleh, tekun dan sangat rajin membantu sesama. Keluarga ini memliki kebun Kurma yang sangat subur karena mereka sangat rajin merawat pohon kurma tersebut.
Pada suatu hari pohon kurma yang telah lama dirawat tersebut tiba saatnya untuk dipanen. Abu Ziyad dan Ummu Salma sangat bergembira melihat pohon Kurma yang mereka tanam banyak sekali buahnya. Wahhh.. ketika ummu Salma berjalan kesalah satu sudut kebun, Ummu Salma sangat terkejut melihat ada pohon Kurma yang sangat indah, sangat berbeda dengan pohon kurma yang lainnya, daunya berkilau, batangnya lebih besar dan nampak sehat, ketika dilihat keatas ternyata buahnya lebih banyak dari pohon kurma yang lain, rasanya pun lebih manis, gurih dan enak sekali. Ummu Salma berdecak kagum dan berucap syukur tak henti-henti. Merasa Ge Er Pohon kurma yang bernama Jamilah ini berkata kepada kawan-kawanya:
“hai kawan-kawan lihatlah ummu Salma yang shalihah berdecak kagum melihatku, tak henti-hentinya ia memujiku dengan menyebut nama Tuhan karena hasil buahku paling banyak dan aku paling menarik diantara kalian... ” teriak Jamilah sang pohon kurma cantik sambil tersenyum manis didepan kawan-kawanya.
Pohon kurma Labibah menjawab: “ ingat jamilah kamu tidak boleh bangga dulu,, meskipun kita telah berbuah dan buahmu sangat banyak dan manis kita harus tetap mengkonsumsi pupuk yang pahit itu dari Abu Ziyad dan istrinya lohhh, agar kita dapat memberikan buah yang lebih baik dan banyak lagi untuk mereka yang telah merawat kita Jamilah.....”.
Kemudian pohon kurma lain ikut menjawab serentak:” iyaa betul jamilah..kata labibah betul”
Jamilah menjawab mereka dengan lantang:
 “sudah sepantasnya dong diriku bangga terhadap pujian Ummu Salma kawan,, lihat diriku yang sempurna dan lihat siapa dirimu dan kalian semuanya, aku sangat berbeda denganmu, bibitnya pun sangat berbeda sejak kita ditanam,,, jadi kamu tidak usah mengingatkanku seperti itu. Aku tidak perlu pupuk yang pahit lagi...” jawab Jamilah dengan tegas sambil mengipas-kipaskan daun indah sebelah kanan ke dekat wajahnya yang cantik.
Melihat tingkahnya yang angkuh tersebut pohon kurma yang lain nampak sangat resah dan khawatir. Mereka sebagai sahabat yang baik hanya mengingatkan harus tetap megkonsumsi pupuk yang pahit itu setiap hari.
Pohon kurma yang bernama Karim menyetop diskusi mereka“ sudah, sudahlah kalian tidak usah ribut, Jamilah sayang,,, kamu harus tetap mengkonsumsi pupuk itu lagi setelah dipanen hari ini, jika tidak nanti kamu tidak akan menghasilkan buah yang banyak lagi, yang mereka katakan betul sekali Jamilah,,,”
Jamilah diam dan cuek bebek. Ummu salma dan abu yazid tengah mengumpulkan buah kurma yang baru dipanen dikemas siap dijual.
Disebuah gubuk kecil disamping kebun kurma, nampak Ummu Salma dan Abu Yazid mereka sedang ngobrol terlihat ceria dan bahagia.
Abu Yazid berkata kepada istrinya:”alhamdulillah istriku, panen kali ini hasilnya lebih banyak  pasti kita akan mendapat keuntungan yang lebih besar istriku..”
Ummu Salma menjawab: “ia suamiku ini semua berkat Allah yang telah melimpahkan karuniaNya kepada kita, mungkin karena saat ini Salma tengah mengandung jadi Allah tambahkan rizqi kita ya suamiku..”
Abu Yazid kaget mendengar ucapan ummu Salma: “Ya ampuun, subkhanallah istriku engkau tengah hamil sekarang...? alhamdulillah akhirnya kita akan memiliki seorang anak..” Abu Yazid berkaca-kaca sambil tersenyum makin bahagia mendengar istrinya tengah hamil.
Setelah mereka bercakap, mereka bekerja kembali menyemai pupuk ke tiap pohon kurma dengan terus mengucapkan dzikir kepada Allah. Satu persatu pohon kurma merasa senang sekali, meskipun pahit tapi mereka tetap saja mau diberi pupuk yang pahit dan nampak bergembira. Akan tetapi, tiba saat giliran Jamilah diberi pupuk dia nampak cuek dan tidak bahagia, Jamilah berpura-pura menerima pupuk tersebut. Setelah Ummu Salma berlalu dari hadapan Jamilah, Jamilah langsung mengibas-kibaskan daun dan akarnya agar supaya pupuk yang diberikan jamilah tidak masuk kedalam tubuhnya. Hal seperti ini terus dilakukanya setiap hari. Teman-temanya nampak sedih melihat perilaku Jamilah kenapa perilakunya makin aneh. Jamilah dengan Pede berkata kepada kawan-kawanya
“Hai kawan-kawan aku tidak perlu menelan pupuk tiap hari seperti kalian masih tetap segar, cantik dan besar,, pasti aku juga nanti tetap banyak buahnya untuk ummu Salma yang sok alim itu koq..”
Labibah menjawab:” ya sudah tidak apa-apa kalau maunya seperti itu, nanti kita lihat saja, kami menelan pupuk setiap hari berharap agar terus tumbuh menjadi lebih baik dan lebih banyak buahnya untuk ummu salma dan abu yazid yang shaleh..”
Alhamdullillah dua bulan berikutnya tibalah saat panen, Ummu Salma yang tengah hamil tujuh bulan pergi ke kebun Kurma sendiri tanpa suaminya untuk mengecek pohon-pohon yang siap dipanen. Ummu Salma langsung menuju letak Jamilah berada, karena ia sangat sayang kepada Jamilah, namun ternyata setelah dilihat Jamilah nampak masih berbunga padahal dua bulan lalu juga berbunga, tapi kenapa tidak nampak buahnya bahkan sekarang nampak sedikit kering. Akhirnya Ummu Salma kembali lagi kerumah dengan hati kecewa. Sesampainya dirumah, ternyata abu Yazid baru berangkat ke kebun dan mulai memanen buah kurma yang lainya. Ternyata sangat banyak hasil panennya. Abu Yazid dengan gembira pulang kerumah disambut istrinya. Abu Yazid berkata kepada istrinya:
“istriku sayang,, sebentar lagi engkau akan melahirkan, rumah kita sangat kecil, minggu depan saya berencana menebang pohon Jamilah karena sudah tiga kali tak berbuah sekarang kian sakit-sakitan, saya hendak menjadikan kayunya untuk atap da dinding kamar anak kita kelak, bagaimana pendapatmu istriku?”
Ummu Salma tersenyum manis didepan suaminya, meski Jamilah adalah pohon kesayanganya, namun ummu Salma sangat menghargai dan menghormati pendapat suaminya: “eumm baiklah suamiku,, saya senang mendengar pendapatmu suamiku..semoga Allah melancarkan niat baik kita, amin” ..
Keesokan harinya dikebun kurma nampak sepi sekali, disudut sana nampak Jamilah sedang merenungkan diri sambil menangis karena dirinya tidak berbuah, setiap berbunga selalu gagal dan dicuri oleh kumbang, bahkan dirinya sekarang selalu sakit-sakitan karena tidak mengkonsumsi pupuk. Teman-temanya senantiasa menghiburnya dengan cerita dan nyanyian. Melihat teman-temanya yang sangat baik. Jamilah menyesal akan keangkuhanya. Dulu dia tidak mau mendengarkan masukan kawan-kawanya, Jamilah tidak mau merasakan pahit ketika diberi pupuk, padahal pupuk itu meskipun pahit akan tetapi manfaatnya sangat besar untuk kebaikan dirinya.
Pagi –pagi sekali Abu Yazid ke kebun membawa gergaji hendak menebang pohon kurma, akhirnya tangis haru meramaikan suasana kebun kurma. Akan tetapi Karim sang pohon kurma pria segera menguatkan Jamilah, dengan nasehat bahwa:
“ meskipun engkau akan ditebang engkau tetap dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi keluarga Ummu Salma yang sangat mencintaimu Jamilah..”pesan karim.” Engkau harus bersyukur jika ditebang sekarang jamilah, mungkin jika engkau tidak ditebang sekarang, tubuhmu makin digerogoti hama sehingga tidak bisa memberikan manfaat yang lebih baik lagi untuk mereka yang shaleh..”
Akhirnya jamilah menyadari, dan ikhlas ditebang dengan senang hati.
#hikmah dari kisah inspiratif yang ku ceritakan dengan logatku bercerita kpd adik-adik kecilku di RASdan temen-temenku semuanya:
Kita tidak hidup didunia ini sendirian, dalam hidup ini kita harus saling mengingatkan dalam kebaikan, saling berpesan dan memberikan kritik serta masukan terhadap sesama meski pahit sekalipun.  mengutip ayat 11 surat Ar Ra'du yang artinya :
"Sesungguhnya Allah tiada merubah keadaan suatu kaum sebelummereka mengubah keadaan mereka sendiri. Dan apabla Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tak ada pelindung bagi mereka selain Dia" 
“Jadilah pribadi yang mau menerima kritik dan pendapat dari oranglain, semua itu agar supaya kita bisa terus menjadi pribadi yang senantiasa belajar terus menerus menjadi pribadi yang semakin baik”.  Okeey,, ^_^